Menggapai Derajat Takwa

Menggapai Derajat Takwa
Ramadan tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Bagaimana tidak? Ibadah ritual yang sifatnya rutinitas mulai dari salat Tarawih, pengajian di langgar, pengajian kuliah subuh,buka bersama, tadarus, semua ditiadakan. Kegiatan yang sifatnya berkerumun atau berkelompok ditiadakan karena adanya pandemi corona. Dalam kondisi ini virus Corona atau Covid-19 membuat kita selaku umat Islam diimbau untuk tidak menjalankan ibadah wajib dan sunnah di masjid tetapi dilakukan di rumah saja atau WFH (Work From Home). Namun, dengan adanya pembatasan tersebut tidak berarti dijadikan sebagai penghalang atau bahkan malas-malasan untuk beribadah di bulan Ramadan. Semangat puasa harus tetap dijadikan sebagai sarana untuk melatih diri dengan tetap menjaga jarak dan nafsu juga termasuk membatasi emosi negatif .
Dengan puasa, kita diharapkan untuk dapat mengendalikan diri, walaupun ada Covid-19, kita harus menyikapinya secara proporsional, seperti untuk mencegah penularan infeksi Covid-19 itu maka dilakukan pembatasan sosial, sehingga umat Islam pun harus turut melakukan pembatasan sosial dan jangan sampai melanggar ketentuan itu.
Hikmah Ramadan di tengah pandemi Covid-19
- Sebagai wahana introspeksi
Bulan Ramadan disebut sebagai momentum introspeksi dan muhasabah diri ibarat komputer, puasa merupakan proses me-restart diri. Restart dapat diartikan sebagai proses memulai kembali yang sebelumnya dimatikan beberapa saat. Proses restart diri sangat penting. Metode restart bisa disebut sebagai langkah mengintegrasikan antara software (rohani) dan hardware (jasmani) agar dapat terkoneksi secara baik dan holistik.
- Puasa sebagai pengendali amarah sebagai ibadah yang disyariatkan oleh Allah SWT dengan tata cara tertentu, puasa punya tiga dimensi penting. Pertama, dimensi ritual formal (fisik) puasa dimaknai sebagai ritual mencegah dari segala sesuatu yang membatalkan (makan, minum, dll). Kedua, dimensi ritual spiritual (rohaniah). Artinya, puasa sebagai ritual menjauhkan diri dari segala sifat buruk dan sesuatu yang diikuti nafsu. Ketiga, dimensi ritual intelektual. Artinya, dengan berpuasa, kita akan semakin tahu siapa sebenarnya diri kita. “Wafi anfusikum afala tubshirun (dan pada dirimu sendiri, apakah kamu tidak melihatnya dengan mendalam)” (QS Al-Dzariyat: 21). Dengan kata lain, puasa bukan sekadar ritus tahunan yang berisi ritual peribadatan. Namun, puasa menghadirkan ruang untuk merenung dan berkontemplasi. Ibarat survei ataupun penelitian, ini merupakan model survei paling akurat dan presisi karena didasarkan bukan hanya pada pengamatan, tetapi atas dasar semua hal yang dialami dengan semua pancaindera.
- Menumbuhkan kepekaan spiritual seseorang,
Bulan Ramadan kali ini berbarengan dengan mewabahnya virus corona yang menjadi sebab penyakit Covid-19. Sejak pertama kali muncul pada Desember 2019 lalu di Wuhan, China, hingga sekarang, jumlah orang yang positif terjangkit Covid-19 di seluruh dunia sudah menembus angka 3 juta lebih. Sedangkan di Indonesia yang positif hampir menembus angka 9.511per 28 April 2020. Covid-19 pun mengubah langkah aktivitas kehidupan manusia secara radikal. Hampir semua aktivitas—bekerja, belajar, berdakwah, berdagang, bahkan berpolitik—dilakukan secara daring atau virtual. Kini manusia dalam posisi yang sama. Jika ibadah puasa mampu menghadirkan spirit egalitarisme di kalangan umat Islam di seluruh dunia, semuanya menjalankan perintah yang sama dari Allah SWT (tak peduli warna kulit ataupun derajat sosial seseorang), maka hal sama terjadi saat wabah Covid-19 melanda. Islam Agama Lapang di Tengah Pandemi Covid-19 Pandemi mematikan tersebut tidak pandang bulu, siapapun orangnya (kaya atau miskin, muda ataupun tua, dan sebagainya) bisa tertular Covid-19. Karenanya, ibadah puasa ini me-restart diri manusia agar merenung dan mengingat kembali kekuasaan Allah SWT. Sehebat apapun manusia berencana, Tuhanlah yang menentukan.
- Menumbuhkan kepekaan sosial.
Wujud dari kepekaan sosial ialah sikap empati.dan pro sosial. Empati berarti suatu keadaan seseorang merasa dirinya berada dalam perasaan atau pikiran yang sama dengan orang lain. Sementara pro-sosial merupakan tindakan moral seperti rela membantu seseorang yang membutuhkan. Wabah Covid-19 bukan saja persoalan kesehatan, namun punya ekses turunan berupa dampak sosial ekonomi. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo mengatakan, akibat Covid-19, setidaknya terdapat sekitar 1,6 juta warga negara Indonesia yang telah mendapatkan PHK dan dirumahkan. Sementara Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan, seiring dengan meluasnya wabah Covid-19, maka tingkat kemiskinan di Indonesia juga makin bertambah. Sebagai contoh, saat ini saja sebanyak 115 juta masyarakat rentan miskin di tanah air, golongan tersebut rentan sekali jatuh ke garis kemiskinan.Sehingga proyeksi penduduk miskin per-September 2020 akan berada di kisaran 26-26,5 juta jiwa. Karena itu, umat Islam sebagai mayoritas penduduk di Tanah Air (jumlahnya 89 persen menurut data survei lembaga Arus Survei Indonesia, April 2019) harus mampu menjadikan bulan puasa di tengah pandemi ini sebagai momentum me-restart kesadaran untuk berbagi dan berderma. Semua harus bahu membahu dan saling membantu antar-sesama. (Ali Rif’an, Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU), Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia) 5. Menambah kesabaran, kesyukuran dan berkata benar Sadar bahwa musibah, ujian ini datangnya dari Allah maka kita hadapi dengan kesabaran, kesyukuran, keikhlasan. Sabar WFH (Work From Home), sabarmengerjakan tugas di rumah, sabar tidak mudik, sabar berpuasa secara fisik dan spiritual. Sabar untuk tidak menyebarkan berita hoax, dan masih banyak lagi hal-hal yang harus kita kerjakan untuk pengendalian diri sehubungan dengan pandemi covid-19 di bulan Ramadan.Dalam surat Al-Ashr ayat 1-3 yang mengajarkan bahwa ada tiga hal yang urgen dalam kehidupan kita yaitu iman,amal saleh,dan menasihati dalam kebaikan. Nah ketiga hal ini yang bisa kita tingkatkatkan dalam hikmah Ramadan tahun ini.
6. Mewujudkan Baiti jannati Adanya WFH dalam kurun waktu yabg panjang kurang lebih dua bulan di rumah, maka intensitas bertemu dengan keluarga semakin banyak.Mulai dari makan, salat berjamaah, tarawih berjamaah, buka bersama keluarga, tadarus bersama, atau hanya bersantai dengan keluarga semakin banyak maka mucullah rasa kekeluargaan yang sangat mendalam diantara anggota keluarga. Sehingga “Baiti Jannati” Rumahku surgaku tidak hanya kata-kata slogan biasa tetapi menjadi kisah nyata di tengah-tengah pandemi di bulan Ramadan.
- Menggapai derajat takwa
Setelah kita menjalankan puasa dengan penuh kesabaran dengan adanya ujian, kesyukuran, keikhlasan, dan hikmah-hikmah puasa yang lain maka hikmah puasa bermuara pada derajat iman dan ketakwaan kita akan bertambah yang diiringi dengan amalan-amalan di bulan Ramadan sehingga Insya Allah dapat menggapai ittaqillah menjadi orang yang lebih bertakwa kepada Allah Subhanahu wataala. Aamiin
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Ayat ini menunjukkan bahwa di antara hikmah puasa adalah agar seorang hamba dapat menggapai derajat takwa dan puasa adalah sebab meraih derajat yang mulia ini. Hal ini dikarenakan dalam puasa, seseorang akan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya Nurul Umi Hidayah
Guru Bahasa Indonesia
Share This Post To :
Kembali ke Atas
Artikel Lainnya :
- Sosialisasi Anti Narkoba dari POLRES Jepara
- Bahaya Narkoba
- Tekun Belajar
- Apa Cita-citamu
- Hormat dan Patuh
Silahkan Isi Komentar dari tulisan artikel diatas :
Komentar :
Kembali ke Atas